(Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.)
Tiga orang kuli bangunan tampak sedang sibuk bekerja di bawah panas terik matahari. Terlihat jelas ketiganya sedang mandi keringat setelah bekerja dari pagi tadi. Namun ada sesuatu yang berbeda dari mereka bertiga. Ketiganya menunjukkan ekspresi wajah yang tidak sama. Penuh rasa penasaran, seorang pemuda menghampiri ketiga kuli bangunan tersebut.
“Pak, apa yang sedang bapak kerjakan?”, tanya si pemuda. Kuli bangunan pertama ini menjawab dengan nada yang kurang bersahabat : “Pak, apa bapak tidak bisa lihat kalau saya sedang bekerja? Kalau bapak mau bantu, bantulah. Ngga usah pakai acara tanya-tanya segala. Macam wartawan saja!”. Si pemuda ini kemudian minta maaf dan pindah ke kuli bangunan yang kedua. “Pak, maaf, apa yang sedang bapak kerjakan?”, tanya si pemuda kepada kuli bangunan yang kedua. Kali ini, jawaban yang diterimanya agak berbeda. “Saya sedang nyari duit, Mas. Sekarang sulit cari kerja, jadi saya terpaksa melakukan pekerjaan apa pun. Yang penting halal”, katanya sambil menghapus keringat di keningnya. Si pemuda ini pun mengangguk.
Si pemuda kemudian melangkahkan kakinya menuju kuli bangunan ketiga. Sambil tersenyum, si pemuda ini kembali bertanya : “Maaf pak, apa yang sedang bapak kerjakan?” Berbeda dengan kedua temannya, kuli bangunan yang ketiga ini memberikan sebuah senyuman sembari menjawab pertanyaan tadi. “Sudah lama saya bercita-cita agar bisa melakukan sesuatu yang usianya melebihi usia hidup saya di dunia ini namun rupanya Tuhan baru memberikan kesempatan itu sekarang”, katanya.
Penuh rasa penasaran, si pemuda kembali bertanya : “Maksud bapak apa?”. Kuli bangunan ketiga kembali tersenyum dan balik bertanya : “Anak muda, tahukah engkau apa yang sedang kami kerjakan saat ini?” Si pemuda hanya bisa geleng-geleng kepala. “Kami sedang membangun sebuah gereja. Saya secara pribadi sangat senang diperkenankan ambil bagian dalam pembangunan ini. Semoga dalam beberapa bulan ke depan, gereja ini bisa berdiri dan menjadi berkat bagi saya serta semua orang yang beribadah di sini,” jelasnya.
Cerita sederhana di atas seakan hendak mengingatkan kita bahwa pekerjaan yang sedang kita lakukan barangkali memiliki nilai yang mulia alias tidak sekedar bekerja. Sering kita temui orang yang bekerja hanya untuk mendapatkan uang. Betapa menyedihkan! Saya masih ingat pengalaman beberapa tahun silam ketika saya masih berkarya sebagai jurnalis. Saat itu seorang teman mengingatkan saya agar jangan terlalu “ngotot” dalam bekerja. Rupanya ia memakai prinsip KSO alias kerja sesuai ongkos.
Sebaliknya, ada seorang teman yang memberikan prinsip yang berlawanan. “Kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan dengan sebaik-baiknya dan imbalannya akan mengikutimu,” begitu nasihatnya. Saya rasa nasihat ini benar. Jika kita senantiasa melakukan hal yang terbaik, prestasi dan reputasi akan menghampiri diri kita.
Dr. Jimmy B. Oentoro dalam bukunya The 7-40 Journey mengatakan orang yang bekerja sekedar untuk mendapatkan upah lebih mirip perbudakan daripada kebebasan. Ada juga orang yang bekerja demi menyediakan kebutuhan orang lain, seperti istri dan anak-anak. Ini adalah alasan yang mulia. Namun di sisi lain pekerjaan dapat menjadi sarana bagi seseorang untuk mengekspresikan talenta yang dimilikinya, misalnya seorang penulis atau pelukis. Pekerjaan juga dapat dipandang sebagai sarana untuk memberikan kontribusi positif kepada kehidupan orang lain. Misalnya, seorang salesman yang baik akan berusaha untuk membantu memecahkan masalah konsumennya.
Pekerjaan juga dapat menjadi sebuah doa, bahkan ibadah kepada Tuhan. Pekerjaan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya dan dengan sepenuh hati dapat menjadi sebuah doa dan ucapan syukur kepada Sang Pemberi Kehidupan. Inilah yang membuat hidup seseorang bernilai. Bukankah Tuhan ingin agar setiap manusia mengembangkan potensi yang telah diberikan-Nya? Pengembangan potensi diri secara maksimal jelas merupakan bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan. Bukan hanya itu, potensi diri yang dikembangkan dan kemudian digunakan demi menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi sesama tentu akan memuliakan nama Tuhan di muka bumi ini.
Ijinkanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan sebuah nasihat bijak dari Martin Luther King, Jr. : “Kalau seorang terpanggil menjadi tukang sapu jalanan, hendaknya ia menyapu jalanan seperti Michelangelo melukis, atau Beethoven menggubah musik, atau Shakespeare menulis puisi. Hendaknya ia menyapu jalanan sedemikian baiknya sehingga semua penghuni surga dan bumi akan tertegun dan berkata, di sini pernah hidup seorang penyapu jalanan yang hebat, yang melaksanakan tugasnya dengan baik,” katanya. Bagaimana Anda memandang pekerjaan Anda saat ini? ***
No comments:
Post a Comment